Powered By Blogger

26 Januari 2009

Gong Xi Fa Cay

Gong Xi Fa Cay untuk engkoh dan Enci Sekalian
Senin 25 Januari 2009, seluruh etnis Tianghoa seluruh dunia dengan gembira akan merayakan hari pergatian tahun menurut kalender Cina. Budaya Cina adalah salah satu budaya yang cukup tua, berbagai belahan bumipun telah dijelajahi oleh para etnis Tionghoa yang dikenal sebagi para pedagang tangguh, sehingga tidak heran bila ada pameo berbunyi : “Dimana ada udara disitu ada Akong dan Amei didunia ini, sebagaimana dikatakan dimana ada udara disitu ada Uda dan Uni di Indonesia ini” Tulisan ini hanya sekedar tulisan untuk dapat mengenal lebih banyak tentang tradisi yang terdapat dalam perayaan Imlek.

Banyak tradisi dalam perayaan imlek yang hampir sama dengan kebiasaan umat Islam pada hari raya Idul Fitri di Indonesia, diantaranya : Pakaian baru, kunjung mengunjungi, memberikan sedekah, hidangan, petasan dan lain-lain.

Ciri khas Hari raya Idul Fitri di Indonesia yang biasa disebut Lebaran adalah “Ketupat”, pada perayaan Imlek bagi etnis Tionghoa ada “Kue Keranjang” dan “Ikan Bandeng”.

Kue keranjang biasanya dikirim kepada Orang tua, kerabatdekat, teman dan relasi, sementara ikan bandeng digunakan untuk persembahan sembahyang (ini salahsatu perbedaan dengan umat Islam, karena dalam Islam, Tuhan tidak membutuhkan persembahan makanan dari makhluknya).

Pada hari H, semua orang yang merayakan Imlek berusaha tampil sebaik mungkin, baju baru yang cantik dan rapi pun menjadikan perayaan Imlek semakin meriah. Pai-pai atau Soja, yakni penghormatan dengan cara mengepalkan kedua tangan sambil digoyang-goyang kedepan dan belakang harus dilakukan terutama oleh kaum muda kepada orangtua atau orang yang lebih tua, bagi yang memberikan hormat, maka mereka berhak menerima amplop merah yang berisi uang, biasa disebut angpao.

Angpao atau yang sering disebut hong bao adalah bingkisan dalam amplop merah yang baisanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek. Sebetulnya angpao tidak hanya diberikan pada perayaan Imlek saja, karena menurut budaya Cina angpao melambangkan kegembiraan dan seamangat baru yang akan membawa nasib baik dan kemakmuran. Sehingga tidak heran bila kebiasaan membagi angpao juga ditemukan pada acara-acara sosial lainnya seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan perayaan lainnya yang diadakan sebagai ungkapan gembira.

Berapa jumlah uang yang biasanya diisikan didalam angpao?

Dalam kepercayaan Cina kuno dan masih dianut oleh kebanyakan etnis Tionghoa hinggga sekarang, bahwa angka-angka ganjil dipakai untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian yang berarti kesedihan, untuk acara yang dirayakan sebagai ungkapan suka cita seperti Imlek hanya angka genaplah yang dipakai dalam menetukan jumlah dari isi angpao, kecuali angka 4.

Angka 4 dalam kepercayaan Tionghoa bila dilafalkan memiliki arti “Mati”, maka jumlah uang yang dimasukkan dalam amplop tidak boleh berisi 4 (4lembar/4keping/400/4000 dan satuan lainnya yang berawalan “4”).

Tetapi tidak demikian halnya dengan angka 8 yang bila dilafalkan dalam bahasa Cina berarti “kekayaan” atau sesuatu yang berasosiasi kepada “keberuntungan” selalu menjadi patokan dalam menentukan isi dari angpao, sehingga bagi yang memberi angpao selalu menjadikan kelipatan 8 sebagai isi dari angpao.

Dalam dialek Hokkian, angpao memiliki arti ang (merah), pao (bungkusan/amplop). Pada perayaan Imlek angpao memiliki istilah khusus, yaitu Ya Sui, yang berarti hadiah yang diberikan kepada anak-anak berkaitan dengan partambahan umur atau pergantian tahun. Pada zaman dahulu, ketika fase matrealistis belum sepesat sekarang, hadiah yang diberikan kepada anak-anak adalah berupa makanan manisan seperti permen dan kue-kue lainnya, seiring dengan perkembangan zaman, para orang tua melihat memberikan uang dianggap lebih praktis, sehingga anak-anak dapat lebih mudah memutuskan untuk membeli barang yang diinginkannya.

Tradisi memberikan uang pada perayaan Imlek muncul sekitar zaman Dinasti Ming dan Qing, hal tersebut berhubungan dengan masalah politik kestabilan ekonomi negara, dikarenakan penguasa pada waktu itu sedang gencar-gencarnya mengembangkan taraf hidup masyarakat dalam rangka meningkatkan kewirausahaan dengan menyebarkan uang yang dapat dipergunakan untuk membeli petasan dan manisan sehingga meningkatkan peredaran roda ekonomi di China pada zaman itu.

Tradisi membakar petasan pun menjadi simbol bagi bangsa Tionghoa sebagai ungkapan kegembiraan karena mendapatkan rezeki yang banyak, oleh karenanya petasan pun dibakar dimana-mana, terutama didalam arena hiburan Barongsai. Dalam menyambut tahun baru Imlek, tradisi nanggap Baronsagsai adalah ungkapan sambutan atas rezeki yang akan datang di tahun baru, sekaligus sebagai ritual tolak bala.

15 hari paska Imlek, berlangsung perayaan Capgomeh, 15 hari ini biasanya digunaka warga keturunan Tionghoa untuk saling berkunjung, memperkuat tali saudara sesama mereka. (topas dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya mana para hadirin???